“Ini benar-benar mencurigakan,” pikir Kezia. Ia datang ke sekolah dan mendapati dua sahabatnya, Marni dan Amelia, sedang asyik bercakap-cakap dengan Iin. Ini sudah terjadi tiga hari berturut-turut.
“Kita, kan, tiga sekawan. Kenapa, sih, si Iin selalu ngobrol dengan kalian?” tanya Kezia ingin tahu.
“Dia juga datang ke sekolah pagi-pagi, sama seperti aku dan Amelia. Kadi, ya kami ajak bergabung aja,” jawab Marni. “Kamu, kan selalu datang siang, menjelang bel berbunyi,” sambungnya lagi.
“Iya, aku selalu bangun kesiangan. Jadi sampai sekolah juga siang,” sahut Kezia.
“Datangnya lebih pagi, dong. Supaya kita bisa ngobrol sebelum sekolah mulai,” saran Amelia.
Kezia berusaha datang lebih pagi, tetapi ternyata susah. Suatu hari, Marni dan Amalia mengajak Kezia belajar bersama di rumah Amelia, tetapi Kezia tidak bisa datang.
“Maaf, ya, supir tidak bisa mengantarku,” begitu alasan Kezia.
Lain hari, kedua sahabatnya mengajak Kezia menengok Susi, yang sedang sakit tipus. Mereka membuat janji untuk bertemu pukul 5 sore di rumah marni karena letaknya paling dekat dengan rumah sakit. Pada pukul 4 sore, Kezia membatalkan janji karena mau berenang dengan sepupunya. Kejadian membatalkan janji itu terus berulang.
Suatu hari, Kezia mengajak Marni dan Amelia untuk makan es krim di toko yang baru buka.
“Es krimnya ada macam-macam, lo. Dan ada bonus selama seminggu ini. Beli satu dapat gratis satu. Jadi, kita beli dua saja dan kita mendapat empat,” kata Kezia. Ia sudah membayangkan lezatnya es krim cokelat.
“Maaf, ya, Kezia. Aku tidak bisa. Lain kali saja, ya,” Marni menolak.
“Iya, soalnya aku sudah janji. Tidak enak membatalkan janji, kan?” kata Amelia.
Kezia terdiam. Ia ingat dirinya sendiri yang suka membatalkan janji.
“Kalau perginya nanti, es krimnya sudah enggak diskon. Sudahlah. Aku akan pergi dengan adikku saja,” kata Kezia kurang senang.
Sore itu, Kezia dan adiknya pergi ke toko es krim. Sementara Marni bersama dengan Amelia dan Iin ke toko buku.
“Di sebelah toko buku ada toko es krim baru buka. Yuk, kita coba. Tadi kulihat spanduknya, beli satu dapat satu gratis,” kata Amelia.
“Ooo, itu rupanya toko es krim yang dikatakan Kezia tadi pagi,” kat Marni.
“Ehh, tetapi kalau bertemu Kezia di sana jadi tidak enak. Tadi dia mengajak kita ke toko es krim, kit atidak mau. Sekarang kita malah pergi ke sana,” kata Amelia.
“Ah, jangan dipikirkan. Dia, kan, tukang membatalkan janji. Aku tidak yakin ia ada di toko es krim,” sahut Marni.
Marni, Ameli, dan Iin masuk ke toko es krim. Baru saja masuk, mereka sangat terkejut melihat Kezia dan adiknya ada di meja sebelah.
“Hai, es krimnya enak, ya? Kami dari toko buku sebelah. Sebenarnya Marni dan Amelia tidak berniat ke sini tetapi aku yang mengajak mereka,” kata Iin menjelaskan kepada Kezia.
“Ooo, kalian ke toko buku? Kok, tidak mengajakku?” tanya Kezia dengan nada jengkel dan kecewa.
“Maaf, Kezia. Kamu sering membatalkan janji, sih. Jadi aku malas berjanji denganmu,” jawab Marni.
“Lain kali kami akan mengajakmu tetapi buang dulu kebiasaan burukmu yang suka membatalkan janji,” kata Amelia tegas.
“Yuk, kita pesan es krimnya,” ajak Iin.
Tiba-tiba Kezia merasa es krim yang dimakannya berkurang kelezatannya. Ternyata kebiasaannya membatalkan janji dapat membuatnya kehilangan sahabat. Tampaknya Marni dan Amelia sudah membentuk persahabatan baru dengan Iin. Iin bisa datang ke sekolah pagi-pagi. Mereka bisa pergi bersama tanpa khawatir ada yang membatalkan janji melulu.
“Kalau masih mau berteman dengan Amelia dan Marni, aku ahrus membuang kebiasaan burukku,” gumam Kezia. Pikiran itu membuatnya sedikit lega.